“Lampu Kamar Kerja Harry Roesli Masih Tetap Menyala”
Sebelum berpulang menghadap sang Khalik,almarhum Djauhar Zaharsjah Fahrudin Roesli,demikian nama lengkap Harry Roesli berpesan :”Jangan matikan lampu di meja kerja saya…..!”.Pinta filosofi yang dimaknai bahwa lampu kreativitas harus tetap berpijar.Dan ahli waris Harry Roesli pun memaknainya dengan menggelar konser “Titik Api” yang untuk kedua kalinya digelar di Sasana Budaya Ganesha Bandung Jumat 5 Juni 2009,setelah yang pertama di Komunitas Seni Salihara Jakarta 4 Maret 2009. Ketika kaki saya menjejak di pelataran Sabuga,jantung saya berdetak kencang,hati saya bergidik karena aura Harry Roesli masih terasa kuat mencengkram benak saya.”Kang Harry masih hidup….” cetus saya membatin. Apalagi pada saat acara ini dikuakkan pada jam 20.00 WIB diputar rekaman berisikan narasai dan senandung kang Harry yang khas :
“Oh Tuhan bawalah aku pulang
ketempat yang kutuju
Ke tempat yang kucinta
Oh Tuhan bawalah aku pulang
Ke tempat Yang Tercinta
Segera………….
Lalu menyusup sebuah introduksi dari notasi yang saya hafal banget hingga sekrang.Ini lagu bertajuk “Prolog” dari album “Titik Api” yang dirilis Aktuil Musicollection di tahun 1976.Saat itu saya seperti tengah “naik kelas” menyimak karya Harry Roesli.Di tahun 1976 saya duduk dibangku kelas 1 SMP. Jelas lagu ini memiliki notasi yang tak lazim untuk sebuah lagu bernuansa pop.Juga,liriknya, yang nyeleneh.Candil menafsirkannya dengan bagus :
Kerak bumi menjerit jerit
Menantang langit
Yang merayap
Itu mentari dan ekor suci
Tujuan dan kesan berseru masa
Tuhan Maha Esa
Tuhan Maha Esa
Bunyi-bunyian sintesis orkestra dari perangkat synthesizers mempertebal atmosfer grand pada lagu ini. Dari sebelah kiri panggung kemudian terdengar raunganmotor gede hitam yangmenggiring Ipang ke atas panggung. Berlumur nuansa rock yang pekat,Ipang lalu meneriakkan bagian intoduksi opera rock “Ken Arok”,sebuah gagasan sensaional Harry Roesli di paruh dasawarsa 70-an :
Aku Ken Arok yang engkau tunggu
Engkau beli tiket menontonku………..
Lirik lagu tampaknya memang disesuaikan dengan kondisi kini antara lain dengan menyusupkan idiom caleg. Ah, kebengalan Harry Roesli masih menancap.Disudut panggung saya melihat,La Yala Roesli,salah satu dari putera kembar Harry Roesli tersenyum ke arah panggung.Yala yang berpostur dan bersuara pleg dengan Harry Roesli,tampaknya mewarisi perangai Harry Roesli.
Lagu “AKU KEN AROK”
Dibawakan oleh IPANG. Lagu yang digubah HR tahun1975 untuk Rock Opera Ken Arok.
Panggung memang tak pernah jeda dengan warisan musik Harry Roesli yang diguratnya semasa hidup.Simaklah dentang perkusi yang ritmis yaitu mik perkusif suara kayu yang dieksplorasi dari bangku kayu dan tabuhan lainnya yang terbuat dari kayu. Merupakan ekserp dari komposisi “Musik Sikat Gigi” yang digarap pada 1982 (ini ssat saya pertamakali duduk dibangku kuliah…….tetap menikmati Harry Roesli).Ini adalah karya karya Harry Roesli sepulang menimba ilmu di negeri kincir angin Belanda.Saat itu karya karya nya lebih dititikbertakan pada karya karya perkusi serta musik konkrit yang lebih memberhalakan bunyi bunyian sebagai sumber musik yang tak berlimitasi.
Kemudian masuklah era perkawainan musik.Disaat Harry Roesli dengan semangat tak serius tapi menampilkan keseriusan yaitu memempelaikan musik Barat (baca elektrifikasi rock) dengan aura tradisional (baca Karawitan Sunda).Sebuah perkawinan yang meresahkan kaum purist.Sebuah kebengalan yang kreatif.Bergaunglah “Sekar Jepun”,sebuah karya karawitan berlumur distorsi rock
Karya yang yang ditatah seniman Jawa Barat RAF dan Harry Roesli ini menampilkan sebuah intro unik,seolah sebuah mantra dalam ritual tradisional :
Dina hate nu daria
Da mi na
Dipibanda ku balarea
Ngan hanjakal nyatana
Jadi pacengkadan
(Terjemahannya :
dalam ketulusan hati
da mi na (tangga nada Karawitan Sunda)
dimiliki semua orang
namun sayangnya kemudian
dijadikan perbantahan.
Notasi bernuansa Sunda lalu terdengar lewat lagu berjubah pop dengan aksentuasi yang renyah dan ringan,bertajuk “Sekuntum Kembang” lewat suara Netta Kusumah Dewi yang kenes dan menggemaskan. Lagu ini diangkat dari album Harry Roesli & DKSB Band “Cas Cis Cus” (1992).Musik dibuat Harry Roesli dan lirik oleh Nano Riantiarno untuk pementasan “Opera Julini” dari Teater Koma di tahun 1989.
Meski diambil dari pementasan yang sama “Opera Julini”,namun lagu “Sejuk dan Teduh” ini terasa lebih dark dan gloomy.Dulu saya sering berfikir,selain Harry Roesli siapa ya penyanyi yang mampu menafsirkan lagu ini dengan muatan spirit yang sama ?.Ternyata selang beberapa tahun,sejak lagu ini dirilis oleh Musica Studios/Hemagita dalam album “Cas Cis Cus” (1992),ekspresi yang menggeletarkan sukma itu berhasil diperlihatkan oleh penyanyi wanita bertubuh gempal Dira,yang baru saja merilis album solo dengan arahan produser Bluey dari kelompok acid jazz Inggeris Incognito.
Dira memperlihatkan talenta luar biasa.Dira seperti tersusupi ruh Harry Roesli manakala melantunkan lagu ini.Dira seperti menghidupkan kata per kata yang termaktub dalam deretan lirik lagu ini.
Penampilan yang setara dengan Dira diperlihatkan pula oleh Trie Utami yang dikawal permainan piano Purwa Tjaraka,abang kandungnya.Intensit as,kendali emosi serta ekspresi,merupakan anasir yang membangkitkan nafas tema lagu ini.Sebuah lagu bertajuk “Manusia Baru” yang musiknya ditulis Harry Roesli serta lirik guratan Aat Soeratin,berpesan tentang perubahan,perubahan ke arah sosok manusia baru. Sebuah lagu berjubah spiritual yang kental.
Berlanjut dengan komposisi musik vokal “Ad Libitum” yang mengingatkan saya pada eksperimentasi Laurie Anderson.Komposisi ini diangkat dari “Musik Bunyi” yang digarap pada tahun 1986. Ekserpsi ini mengantar penonton pada komposisi bernuansa jazz rock “Orang Basah”.Komposisi yang dibuat dalam pola ritme yang rapat serta sarat sinkopasi ini ditulis oleh salah satu murid terbaik Harry Roesli Doddy Kusdaryanto yang pernah membentuk kelompok fusion “Miracle” hingga kelompok synth-pop “Digital Music Crew” di awal dasawarsa 90-an.
Lirik “Orang Basah” ditulis oleh Harry Roesli.Mungkin berdasarkan pola melodi yang telah dibuat oleh Doddy.Bunyi- bunyian lirik tersebut sebetulnya seolah merupakan bgain dari instrumentasi lagu itu sendiri.Perhatikan efek vokal saat menyenandungkan liriknya seperti dibawah ini :
Orang basah tak bisa kering
Orang basah itu penting
Paduan Suara Unpad berhasil mengekspresikan komposisi rumit ini dengan sempurna.Sebuah komposisi yang justeru mengingatkan saya pada karya karya Frank Zappa dalam nuansa jazz rocknya.
Suasana lalu berubah dengan atmosfer akustik lewat penampilan Ary Juliant bersama Kelompok Musisi Jalanan,yang diasuh almarhum Harry Roesli semasa hidupnya.Mereka membawakan 2 komposisi dari album “Titik Api” (1976) yaitu “Semut” dan “Epilog”.Dua lagu ini di beberapa album lainnya malah diberi judul yang berbeda meski liriknya sama.Misalnya “Semut” lalu diubah menjadi “Kaki Langit” dan “Epilog” berubah menjadi “Hidup Lebih Kejam Dari Peperangan”.
Gambar gambar di layar pun mendukung bunyi lirik “Epilog” :
Kau lari dari kehidupan
Langkahmu pun menuju hutan
Tak peduli segala luka di badanmu itu
Kuberdiri disisi kirimu
Langkahmu pun kutak kenal lagi
Menuju sana dimana kau berada
Melihat pemberani
Kau berdiri diantara intan
Dan kubersandarkan diantara dua pedang
Kita bicara tentang keberanian
Yang pasti akan kau rasakan
Dimana hidup lebih kejam dari peperangan
Suasana yang pekat lalu berubah ke atmosfer berderu-deru dari 11 penabuh tom tom yang dilengkapi dengan sebuah cowbell.Komposisi perkusi ini oleh almarhum diberi judul “Bedug Jepang”.Komposisinya bisa dimainkan dengan beragam perlakuan. Musik perkusif yang dinamis dan segar. Karakternya, seperti yang disampaikan HR, ialah “main-main tapi sungguhan”. Karya ini ditampilkan sebagai semacam “goro-goro” dalam setiap konser musik Harry Roesli : menyusupkan anasir humor dalam bermusik.
”Malaria” adalah sebuah karya Harry Roesli yang sarat metaphora.Lagu ini awalnya terdapat pada album “Philosophy Gang” yang dirilis Lion Record Singapore pada tahun 1973 dengan cover garapan perupa Ade Murad Handoyo yang sempat dicekal karena dianggap menyeruak ke imajinasi pornografi. Di tahun 1978,Harry Roesli merevisi lagu “Malaria” dengan mengimbuh beberpa baris melodi dan lirik yang kemudian direkam lagi pada album “L.T.O” (singkatan Lima Tahun Oposisi”),dirilis Musica Studios. “Malaria” versi 1978 inilah yang ditampilkan oleh Candil pada konser “Titik Api” dengan tensi yang bermuara di zona rock yang dinamis.
Lagi lagi Harry Roesli bermetaphora dengan mencuplik episode perang saudara dalam kitab Ramayana yang memperlihatkan perang antara Pandawa dan Kurawa.Lagu bertajuk “Barata Yudha” ini sebetulnya memotret negeri kita tercinta : Indonesia.Pertamaka li dirilisdalam bentuk kaset pada album “Gadis Plastik” di tahun 1977. Ipang,walau belum menampilan ekspresi yang paripurna,namun sesungguhnyatelah menagkap esensi dari lagu yang bangunan melodinya seolah ingin menghantar kita ke medan peperangan. Dikuatkan pula penampilan solo gitar Rama Jaque Mate yang terpengaruh blues rock ala Jimi Hendrix atau Stevie Ray Vaughan
Ipang pun menjerit lantang :
Mulut yang penuh tetapi kosong
Ini disebut jantan ?
Coba cerita kan tentang merdeka
Dalam dimensi perawan.
Puncak dari “Titik Api” adalah lagu “Jangan Menangis Indonesia”,lagu yang ditulis Harry Roesli sekeluarnya dari penjara saat berdemonstrasi pada tahun 1974.Lagu yang bermotif semacam hymne ini dirilis dalam album “L.T.O” pada tahun 1978. Lagu ini kembali berdentang,manakala para mahasiswa turun ke jalan pada tahun 1998 dan menjadi penyeba mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan selama lebih dari tiga dasawarsa. Lagu “Jangan Menangis Indonesia” lalu direkam lagi oleh Harry Roesli untuk album “Jangan Pilih Politisi Busuk” pada tahun 2004.
Versi inilah yang diputar pada ujung konser “Titik Api” 5 juni 2009 lalu di Sabuga Bandung :
Jangan menangis Indonesia
Kami berdiri menjagamu pertiwi
Denny Sakrie
[komunitas_pecinta_musik_indonesia] Titik Api di Sabuga Bandung,5 Juni 2009 Kamis, 11 Juni, 2009 08:47 Dari: “denny sakrie” denny_sakrie@yahoo.com> Kepada: komunitas_pecinta_musik_indonesia@yahoogroups.com