Film yang menggambarkan pertempuran terakhir tentara Jepang di Pulau Iwo Jima ini memang di dasari pada kisah nyata. 20.700 tentara Jepang harus menghadapi 100.000 tentara Amerika. Gilanya, perang yang tidak imbang ini mampu menghasilkan korban sesuai jumlah tentara Jepang. Dalam pertempuran dua bulan ini ( Februari-Maret 1945) 20.000 tentara Amerika ludes dihajar kamikaze Jepang.
Catatan pertempuran Iwo Jiwa mendapat perhatian media massa cukup besar, terutama ketika photo yang menggambarkan sejumlah tentara Amerika yang sedang menegakkan bendera Amerika Serikat di puncak Gunung Suribachi saat pertempuran berlangsung, dipublikasikan luas.
LETTER FROM IWO JIMA atau "surat dari Iwo Jima" sendiri di dasarkan dari pesan terakhir dari sang Jenderal yang berbunyi : "Kami tidak makan maupun minum selama lima hari, tapi semangat Yamato, semangat bertempur kami masih tinggi, kami akan bertempur sampai saat terakhir" dan "Kepada perwira-perwira di Chichi Jima, selamat tinggal dari Iwo".
Jendral Kuribayashi yang semula sempat diragukan kepemimpinan perangnya oleh para perwira sejawatnya ini ( karena sebelum Perang Dunia II selalu menjadi orang kantoran) jenazahnya tidak ditemukan dan diduga dikuburkan oleh beberapa tentaranya yang akhirnya juga menyusul melakukan bunuh diri (seppuku).
Jenderal Holland Smith, komandan pasukan Amerika dalam pertempuran Iwo Jima tak bisa menyembunyikan kekagumannya yang luar biasa pada musuhnya ini, "Dari semua lawan kita di Pasifik, Kuribayashi adalah yang paling tiada tanding. Semoga Jepang tidak pernah memiliki orang lain seperti dia" , ujarnya. Penghormatan atas kegigihan Kuribayashi dikarenakan selama delapan bulan pulau itu dibombardir, ditambah 72 hari sebelum pendaratan dan tiga hari sebelum hari H Kuribayashi tetap kokoh tak gentar menghadapi gelombang penyerbuan yang besar.
Berikut ini adalah sejumlah pesan dari Jenderal Kuribayashi yang terkenal dan turut disampaikan dalam film terkait :
- "Hidup ayahmu ibarat lampu di tengah angin" - kepada putranya, Taro Kuribayashi
- "Engkau jangan berharap akan keselamatanku" - dalam surat kepada istrinya, Yoshie Kuribayashi
- "Amerika Serikat adalah negara terakhir yang akan kita perangi"
- "Musuh akan segera mendarat di pulau ini dan begitu mereka tiba kita akan mengikuti nasib mereka di Attu dan Saipan. Perwira dan prajurit kita tahu persis mengenai kematian. Maaf aku harus mengakhiri hidupku disini berperang dengan Amerika Serikat, tapi aku akan mempertahankan pulau ini sebisa mungkin dan menunda serangan udara musuh atas Tokyo. Ah ! Engkau telah lama menjadi istri yang baik bagiku dan ibu yang baik bagi ketiga anak kita. Hidupmu akan lebih sulit dan keras setelah ini, jaga kesehatanmu dan panjang umur. Masa depan anak-anak kita juga tidak lagi mudah, jaga mereka baik-baik setelah kematianku" - kepada istrinya tidak lama sebelum pertempuran dimulai.
- "Pertempuran sedang mendekati akhir. Karena musuh sedang mendarat, bahkan dewa-dewa pun akan mencucurkan air mata akan keberanian para perwira dan prajurit di bawah komandoku. Orang-orangku gugur satu persatu, saya sangat menyesal telah membiarkan musuh menduduki wilayah Jepang kita" - pesan radio kepada wakil kepala staff Pasukan Kerajaan Jepang.
- "Kami menyesal karena tidak dapat mempertahankan pulau ini dengan baik. Kini aku, Kuribayashi, yakin bahwa musuh akan menginvasi Jepang dari pulau ini. Saya sangat menyesal karena dapat membayangkan bencana yang akan menimpa kekaisaran kita. Namun, setidaknya aku dapat sedikit menghibur diri dengan menyaksikan para perwira dan prajuritku gugur tanpa rasa penyesalan dalam memperjuangkan setiap jengkal medan perang ini menghadapi musuh yang melebihi jumlah kita yang dilengkapi tank dan bombardir yang tak bisa dilukiskan….Saya juga meminta maaf pada seniorku dan rekan-rekan perwiraku atas kekuatanku yang tidak cukup untuk menghentikan invasi musuh"