SAWUNG JABO : ANTARA NALURI MUSIK, SEJARAH DAN REJEKI

Dalam suatu kesempatan yang masih gress, saya kembali berkesempatan bertukar pikir dengan SAWUNG JABO, seorang musisi yang -mau tidak mau- tercatat dalam sejarah musik tanah air. Musisi yang pernah berkomplot dengan Iwan Fals, Setiawan Jodi, Totok Tewel, Inisisri, dkk(dkk = Dan Konco-Konconya) dibawah atap SWAMI, Kantata Taqwa , Kantata Revolvere, Sirkus Ba-rock, dsb (dsb =Dan Segerobak Band) ini cukup dikenal dengan lirik-liriknya yang begitu meneduhkan, filosofis dan seperti menarik kita ke jagad permenungan yang begitu mendalam.

Setelah cukup lama berbasah-basah dalam sejumlah aktifitas kreatif di komunitas mas Jabo (kira-kira di era pertengahan 90-an), saya akhirnya bersentuhan kembali meski terpisah kurang lebih 10 tahunan. Hem..seperti apa dia sekarang ? Seperti apa buah-buah permenungannya setelah tak jumpa ? Masihkah dia intens berkarya? atau malah sudah pensiun dari hiruk pikuk dan carut marutnya industri musik? Berbagai pertanyaan itu bagai menggerombol dalam benak saya.

Cukup terkejut juga ketika mas Jabo ternyata baru saja menggelindingkan sebuah album bertajuk PETARUNG HIDUP (2009) dengan mengusung aroma Tribal Etnic Rock. Ini jelas langsung menjawab beberapa pertanyaan saya sekaligus. Artis ini ternyata masih menggeram !

(Hati-hati mengidentifikasikan arti artis, sebab arti sesungguhnya adalah seniman. Sudah layakkah penyebutan artis yang ada di TV-TV selama ini ?).

Tribal Etnic Rock, Waks ! Genre musik apa pula ini?

Walo cuma baru tahu judulnya (PETARUNG HIDUP) tapi lagi-lagi itu sudah makin mengokohkan identifikasi bahwa karya-karya Sawung Jabo selalu penuh penjelajahan. Bahwasanya ada sejumlah penghayatan, pemahaman dan pendalaman di tiap penciptaan karyanya. Musisi jenis ini, jelas tidak akan pernah mati tema, apalagi terjebak pada bahasan malu-malu cinta, selingkuh, di duakan, jomblo, dan sederet tangis berdarah-darah lainnya.

Ada sederet pesan dari kawan-kawan Forum Musik Gerilya (FORMULA) yang mengirim pesan via inbox agar bisa share motivasi. Untuk itu saya cuplikan saja beberapa dialog dengan mas JABO berikut ini :

***

DION : " Mas Jabo ternyata masih bermusik rupanya ya ?"

JABO : "Lho, aku musisi. Musik sudah menjadi naluri yang menggerakkan seluruh daya hidupku. Memberiku sayap untuk mengarungi makna hidup dan berkehidupan."

DION : " Hem, saya menganggap itu berarti : bermusik tidak hanya jago main skill, jago bikin komposisi. Karya itu terlahir jika kita memang ingin melahirkannya. Dia keluar dengan demikian saja. Jujur . Jika memang demikian pengertiannya, apa hal penting yang harus kita lakukan untuk bisa seperti itu ? "

JABO : "Tanpa henti mengolah kemampuan. Setelah itu mengolah kepekaan indera dan hati, hingga pada akhirnya yang kita kerjakan bukan lagi keinginan, apalagi ambisi. Dia lahir secara naluriah, menuntun kita ke gerak nurani."

DION : " Dan apa yang di hasilkan oleh nurani itu biasanya sebuah kejujuran. Mantap ! Tapi tadi ada yang sedikit terlewatkan. Jika musik menjadi sayap, ketika apa kita bisa menemukan makna hidup lewat musik ? "

JABO : "Sayap membantu menerbangkan kita merambah cakrawala hidup sampai menemukannya. Apalah gunanya sayap kalau tidak ada bulunya…jadi setiap hari kita mengasah indera kita ibarat menambah bulu pada sayap hidup kita. "

Jawaban itu tidak serta merta membuat saya puas. Saya masih mengejar pikiran-pikiran sosok yang sudah layak disebut pertapa musik ini.

DION : "Tiap musisi selalu ingin menjadi sejarah. Menjadi legenda. Karya-karyanya diakui. Tapi menurut saya ini terlalu narsis. Terlalu ambisius. Akibatnya dia hanya mengejar eksistensi dan popularitas tanpa mengidahkan lagi kualitas. Bukankah, sejarah hanya akan mencatat karya-karya yang berkualitas ?"

JABO : "Nah…itulah masalahnya, padahal keindahan sejarah itu salah satunya adalah saat kita bisa membuat sesuatu yang bermakna pada hidup, apapun bentuknya, tapi tanpa sedikitpun berfikir bahwa kita yang membuatnya. Ini yang disebut inti gerak nurani"

Saya garuk-garuk kepala ? (Ngomong musik jadi kayak ngomong ilmu tenaga dalam.)

DION : "Semakin lama kita mengobrol tentang musik, semakin jauh kita mengembara dalam dunia musik yang antah berantah, apa yang sebenarnya mas jabo cari lewat musik ?"

JABO : " Aku gak begitu mencari, aku malah butuh menciptakan jembatan dialog antara aku dengan sang pencipta, aku dengan orang lain dan aku dengan diriku sendiri. Bohong juga kalau aku gak butuh uang, karena seniman juga butuh uang untuk bayar listrik, ojek, bis kota dan kereta umpamanya.. he he he Tuhan sudah memberi segala-galanya pada kita, cuma tidak semua dari kita mampu membaca isyaratnya, rejeki yang mana, rejeki materi atau rejeki non materi. Semuanya harus dicari dengan jalan menciptakan jembatan kemungkinan-kemungkinan yang bersandar pada kemampuan diri kita sendiri "

DION : " Bicara kemungkinan-kemungkinan, itu berarti sama aja dengan bicara pilihan-pilihan mas. Untuk memutuskannya pasti kita bersandar pada keyakinan. Kalo kaitannya dalam hal bermusik gimana menurut mas Jabo ?

JABO : "Dalam hidup itu memang banyak sekali pilihan, jadi kalau sudah menjatuhkan pilihan pada musik ya harus dikerjakan dengan tuntas tanpa was was, artinya jalanilah keyakinan pilihan hidup kita sendiri. Sebab setiap karya punya nasib dan rejekinya sendiri sendiri.

Selamat Merenung…